MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah
Peradaban Islam
Dosen Pembimbing:
Umanaur Rusul, M.Pd.I
Disusun oleh:
Alunandia
Izzatul Asiroh
Zainul Hasan
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYARIFUDDIN (STAIS)
WONOREJO – LUMAJANG
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi
Muhammad SAW.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dosen yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara
menyusun karya tulis ilmiah yang baik dan sesuai kaidah.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan
yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun.
Terima kasih.
Lumajang, 19
April 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
A.
Latar Belakang
Masalah.................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah..........................................................................
3
C.
Tujuan Pembahasan.......................................................................
3
BAB
II PEMBAHASAN
A. Renaisans di Eropa............................................................................ 4
B. Penajajahan Barat atas Dunia Islam di Anak
Benua India dan Asia Tenggara 5
C. Kemunduran kerajaan Usmani dan ekspansi
Barat ke timur tengah 8
D. Bangkitnya Nasionalisme dalam dunia Islam.................................... 10
E. Kemerdekaan Negara-Negara Islam dari
penjajah............................ 12
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................. ... 14
B.
Saran........................................................................................... ... 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Umat Islam mengalami puncak kejayaan kedua pada masa
tiga kerajaan Besar berkuasa, yakni kerajaan Turki Usmani, Safawi dan Mughal
(India).Namun, seperti pada masa kekuasaan Islam terdahulu, lambat laun
kekuatan Islam menurun. Bersamaan dengan kemunduran tiga kerajaan tersebut,
bangsa Barat mulai menunjukkan usaha kebangkitannya.
Kebangkitan bangsa Barat bermuara pada khazanah ilmu pengetahuan dan metode
berpikir yang dikembangkan umat Islam yakni rasional. Di antara jalur masuknya
ilmu pengetahuan Islam ke Eropa yang terpenting adalah Spanyol. Ketika Spanyol
Islam mengalami kejayaan, banyak orang-orang Eropa yang datang untuk belajar ke
sana, kemudian menerjemahkan karya-karya ilmiah umat Islam. Hal ini dimulai sejak
abad ke-12.
Gerakan renaisans bangsa Eropa melahirkan
perubahan-perubahan besar. Abad ke-16 dan ke-17 merupakan abad yang paling
penting bagi kebangkitan Eropa, sementara pada akhir abad ke-17 itu pula, dunia
Islam mulai mengalami kemunduran. Banyak penemuan-penemuan dalam segala
lapangan ilmu pengetahuan dan kehidupan yang diperoleh orang-orang Eropa.
Perkembangan itu semakin cepat setelah ditemukan mesin uap, yang kemudian
melahirkan revolusi industri di Eropa. Teknologi perkapalan dan militer berkembang
dengan pesat. Sehingga, dengan kekuatan baru yang mereka miliki, Eropa menjadi
penguasa lautan dan bebas melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan dari dan
ke seluruh dunia, tanpa mendapat hambatan berarti dari lawan-lawan mereka yang
masih menggunakan persenjataan sederhana dan tradisional.
Dalam pada itu, kemorosotan dunia Islam tidak terbatas
pada bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, melainkan mereka juga
ketinggalan dari Eropa dalam industri perang, padahal keunggulan Turki Usmani
di bidang ini pada masa-masa sebelumnya telah diakui oleh seluruh dunia.
Dengan organisasi dan persenjataan modern, pasukan perang Eropa mampu
melancarkan pukulan telak terhadap daerah-daerah kekuasaan Islam.
Kekuatan-kekuatan Eropa menjajah satu demi satu negara Islam. Perancis
menduduki Aljazair pada tahun 1830, dan merebut Aden dari Inggris sembilan
tahun kemudian. Tunisia ditaklukkan pada tahun 1881, Mesir pada tahun 1882,
Sudan pada 1889.
Sementara itu, wilayah Islam di Asia Tengah juga tak
luput dari penjajahan Barat.Umat Islam di Asia Tengah menjadi sasaran
pendudukan Uni Soviet. Tulisan ini mencoba memaparkan keadaan dunia Islam pada
masa penjajahan Barat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas kami rumuskan item
masalah yang akan dibahas pada penulisan makalah ini, yaitu :
1. Apa Renaisans di Eropa ?
2. Bagaimana Penajajahan Barat atas Dunia Islam di Anak Benua India dan Asia
Tenggara ?
3. Bagaimana Kemunduran kerajaan Usmani dan ekspansi Barat ke timur tengah ?
4. Bagaimana Bangkitnya Nasionalisme dalam dunia Islam ?
5. Bagaimana Kemerdekaan Negara-Negara Islam dari penjajah ?
C. Tujuan
1.
Agar mengetahui Renaisans di Eropa
2.
Dapat mengetahui Penajajahan Barat atas
Dunia Islam di Anak Benua India dan Asia Tenggara
3. Agar dapat mengerti Kemunduran kerajaan Usmani dan ekspansi Barat ke timur tengah
4. Agar bisa mengetahui Bangkitnya Nasionalisme dalam dunia Islam
5. Dapat mengetahui Kemerdekaan
Negara-Negara Islam dari penjajah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Renaisans Di Eropa
Pada awal kebangkitan, Eropa menghadapi tantangan yang
besar yaitu kekuatan-kekuatan Islam yang besar terutama Kerajaan Turki Usmani
di Turki. Tidak ada jalan lain, mereka harus menembus laut yang semula
dipandang sebagai dinding yang membatasi gerak mereka.[1]
Mereka melakukan berbagai penelitian tentang rahasia alam,
berusaha menaklukkan lautan, dan menjelajahi benua yang sebelumnya masih
diliputi oleh kegelapan. Setelah christoper colombus menemukan benua amerika
(1492 M) dan vasco da gama menemukan jalan ke timur melalui tanjung harapan
(1498 M), benua amerika dan kepulauan hindia segera jatuh ke bawah kekuasaan
eropa.
Eropa menjadi maju dalam dunia perdagangan. L.
stoddard menggambarkan, dengan sekejap mata dinding laut itu berubah menjadi
jalan raya dan eropa yang semula terpojok segera menjadi yang dipertuankan di
laut dan dengan demikian, yang dipertuan di dunia. Perekonomian bangasa –
bangsa eropa pun semakin maju karena daerah – daerah baru terbuka baginya.
Tak lama stelah itu, mulailah kemajuan barat melampaui kemajuan islam yang
sejak lama mengalami kemunduran. Kemajuan barat itu dipercepat oleh penemuan
dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Penemuan mesin uap yang
kemudian melahirkan revolusi industri di eropa semakin memantapkan kemajuan
mereka. Teknologi perkepalan dan militer berkembang dengan pesat.
Eropa menjadi penguasa lautan dan bebas melakukan
kegiatan ekonomi dan perdangan ke seluruh dunia. Negeri – negeri islam yang
pertama kali jatuh ke bawah kekuatan eropa adalah negeri – negeri yang jauh
dari pusat kekuasaan kerajaan usmani, Negeri – negeri islam yang pertama dapat
dikuasai barat itu adalah negeri – negeri islam di asia tenggara dan di anak
benua india. Sementara, negeri – negeri islam di timur tengah yang berada di
bawah kekuasaan kerajaan usmani, baru diduduki eropa pada masa berikutnya.
B.
Penjajahan Barat
Terhadap Dunia Islam di Anak Benua India dan Asia Tenggara
Di awal abad ke-17 M, Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kakinya di
India. Pada tahin 1611 M, Inggrias mendapatkan izin menanamkan modal, dan pada
tahun 1617 M, Belanda mendapatkan izin yang sama.
Kongsi Inggris, British East India Company ( BEIC ) mulai berusaha
mengawasi wilayah India bagian Timur ketika ia merasa cukup kuat.
Penguasa-penguasa setempat tidak bisa mengalahkan Inggris dan akibatnya
daerah-daerah Oudh, Bengal, dan Orissa jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun 1803
M, Delhi, ibu kota kerajaan Mughal juga berada di bawah bayang-bayang kekuasaan
Inggris.[2]
Invasi Eropa terhadap dunia Islam tidak pernah sama,
tetapi selalu secara menyeluruh dan efektif. Penetrasi Barat terhadap dunia
Islam di Timur Tengah pertama-tama dilakukan oleh dua bangsa Eropa terkemuka,
Inggris dan Perancis. Inggris terlebih dahulu mencoba menguasai kerajaan Mughal
India. Selama pertengahan terakhir abad ke-18, para pedagang Inggris telah memantapkan
diri di Benggali. Rentang waktu antara 1798 – 1818, dengan perjanjian atau aksi
militer, pemerintahan kolonial Inggris tersebar ke seluruh India, kecuali
lembah Indus, yang baru menyerah pada tahun 1843 – 1849.
Sementara itu Perancis merasa perlu memutuskan
hubungan komunikasi antara Inggris di barat dan India di timur. Oleh karena
itu, pintu gerbang ke India, yakni Mesir berhasil ditaklukkan dan dikuasai oleh
Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M. Alasan lain Perancis menaklukkan Mesir
adalah untuk memasarkan hasil-hasil industrinya. Mesir, di samping mudah
dicapai dari Perancis juga dapat menjadi sentral aktivitas untuk
mendistribusikan barang-barang ke Turki, Syiria hingga ke timur jauh.
Pada tahun 1799 M., Napoleon Bonaparte meninggalkan Mesir karena situasi
politik yang terjadi di negara tersebut. Ia kemudian menunjuk jenderal Kleber
menggantikan kedudukan Napoleon di Mesir. Dalam suatu pertempuran laut antara
Inggris dan Perancis, jenderal Kleber kalah dan meninggalkan Mesir pada tahun
1801 M., dan di Mesir terjadi kekosongan kekuasaan.
Kekosongan tersebut dimanfaatkan oleh seorang perwira
Turki, Muhammad Ali dengan didukung oleh rakyat, berhasil megambil alih
kekuasaan dan mendirikan dinasti. Pada masa itu Mesir sempat menegakkan
kedaulatan dan melakukan beberapa pembeharuan, namun pada tahun 1882 M. dapat
ditaklukkan kembali oleh Inggris.
Faktor utama yang menarik kehadiran kekuatan-kekuatan
Eropa ke negara-negara muslim adalah ekonomi dan politik. kemajuan Eropa dalam
bidang industri menyebabkannya membutuhkan bahan-bahan baku, di samping
rempah-rempah. Mereka juga membutuhkan negeri-negeri tempat memasarkan
hasil industri mereka. Untuk menunjang perekonomian tersebut, kekuatan politik
diperlukan sekali. Akan tetapi persoalan agama seringkali terlibat dalam proses
politik penjajahan barat atas negeri-negeri muslim. Trauma Perang Salib masih
membekas pada sebagian orang barat, terutama Portugis dan Spanyol, karena kedua
negara ini dalam jangka waktu lama, berabad-abad berada di bawah kekuasaan Islam.
India, pada masa kemajuan kerajaan Mughal adalah
negeri yang kaya dengan hasil pertanian. Hal ini mengundang Eropa yang sedang
mengalami kemajuan untuk berdagang ke sana. Di awal abad ke-17 M, Inggris dan
Belanda mulai menginjakkan kaki di India. pada tahun 1611 M, Inggris mendapat
izin menanamkan modal, dan pada tahun 1617 M belanda mendapat izin yang sama.
Kongsi dagang Inggris, British East India Company
(BEIC), mulai berusaha menguasai wilayah India bagian timur, ketika merasa
cukup kuat. Penguasa setempat mencoba mempertahankan kekuasaan dan berperang
melawan Inggris. Namun, mereka tidak berhasil mengalahkan kekuatan Inggris.
Pada tahun 1803 M, Delhi, ibukota kerajaan Mughal jatuh ke tangan Inggris dan
berada di bawah bayang-bayang kekuasaan Inggris. Tahun 1857 M, kerajaan Mughal
dikuasai secara penuh, dan raja yang terakhir dipaksa meninggalkan istana.
Sejak itu India berada di bawah kekuasaan Inggris yang menegakkan
pemerintahannya di sana. Pada tahun 1879, Inggris berusaha menguasai Afghanistan
dan pada tahun 1899, Kesultanan Muslim Baluchistan dimasukkan ke bawah
kekuasaan India-Inggris.
Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru berkembang,
yang merupakan daerah penghasil rempah-rempah terkenal pada masa itu, menjadi
ajang perebutan negara-negara Eropa. Kerajaan-kerajaan Islam di wilayah ini
lebih lemah dibandingkan dengan kerajaan Mughal, sehingga lebih mudah
ditaklukkan oleh bangsa Eropa.
Kerajaan Islam Malaka yang berdiri pada awal abad
ke-15 M di Semenanjung Malaya yang strategis merupakan kerajaan Islam kedua di
Asia Tenggara setelah Samudera Pasai, ditaklukkan Portugis pada tahun 1511 M.
Sejak itu peperangan-peperangan antara Portugis melawan kerajaan-kerajaan Islam
di Indonesia seringkali berkobar. Pedagang-pedagang Portugis berupaya menguasai
Maluku yang sangat kaya akan rempah-rempah.[3]
Pada tahun 1521 M, Spanyol datang ke Maluku dengan
tujuan dagang. Spanyol berhasil menguasai Filipina, termasuk di dalamnya
beberapa kerajaan Islam, seperti Kesultanan Maguindanao, Buayan dan Kesultanan
Sulu. Akhir abad ke-16 M, giliran Belanda, Inggris, Denmark dan Perancis,
datang ke Asia Tenggara. Namun, Perancis dan Denmark tidak berhasil menguasai
negeri di Asia Tenggara dan hanya datang untuk berdagang. Kekuasaan politik
negara-negara Eropa di negara-negara Asia berlanjut terus hingga pertengahan
abad ke-20.[4]
C. Kemunduran Kerajaan Usmani dan Ekspansi Barat ke Timur Tengah
Kemajuan-kemajuan Eropa dalam teknologi militer dan
industri perang membuat kerajaan Usmani menjadi kecil di hadapan
Eropa. Akan tetapi nama besar Turki Usmani masih membuat Eropa segan untuk
menyerang atau menguasai wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan
kerajaan Islam. Namun kekalahan besar Turki Usmani dalam peperangan di Wina
pada tahun 1683 M, membuka mata Barat bahwa Turki Usmani telah benar-benar
mengalami kemunduran jauh sekali.
Sejak kekalahan dalam peperangan Wina itu, kerajaan
Turki Usmani menyadari akan kemundurannya dan kemajuan Barat. Usaha-usaha
pembaharuan mulai dilaksanakan dengan mengirim duta-duta ke negara Eropa,
terutama Perancis, untuk mempelajari kemajuan mereka dari dekat. Pada tahun
1720 M, Celebi Muhamad diutus ke Paris dan diinstruksikan untuk mengunjungi
pabrik-parbik, benteng-benteng pertahanan dan institusi-institusi lainnya. Ia
kemudian memberi laporan tentang kemajuan teknik, organisasi angkatan perang
modern, dan kemajuan lembaga-lembaga sosial lainnya. Laporan-laporan tersebut
mendorong Sultan Ahmad III (1703 – 1730 M) untuk memulai pembaharuan. Untuk
tujuan itu, didatangkanlah ahli-ahli militer Eropa, salah satunya adalah De
Rochefort, Pada tahun 1717, ia datang ke Istambul dalam rangka membentuk korps
artileri dan melatih tentara Usmani dalam ilmu-ilmu kemiliteran modern.
Usaha pembaruan yang dilakukan tidak terbatas pada
bidang milliter. Dalam bidang-bidang lain pembaharuan juga dilaksanakan,
seperti pembukaan percetakan di Istanbul pada tahun 1737 M, untuk kepentingan
kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga gerakan penerjemahan buku-buku Eropa
ke dalam bahasa Turki, sebagaimana telah dilakukan oleh para penguasa Abbasiyah
ketika menerjemahkan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab.[5]
Meskipun demikian, usaha-usaha pembaharuan itu bukan
saja gagal menahan kemunduran Turki Usmani, tetapi juga tidak membawa hasil
yang diharapkan. Penyebab kegagalan tersebut karena kelemahan raja-raja
Turki Usmani karena wewenangnya sudah menurun. Di samping itu, keuangan negara
yang terus mengalami kebangkrutan, tidak mampu menunjang usaha pembaharuan.
Faktor terpenting yang menyebabkan kegagalan usaha pembaharuan adalah karena
ulama dan tentara Yenissari yang sejak abad ke-17 M menguasai suasana politik
kerajaan Turki Usmani menolak pembaharuan.
Usaha pembaruan Turki Usmani baru mengalami kemajuan
setelah Sultan Mahmud II membubarkan tentara Yenissari pada tahun 1826 M. Struktur
kerajaan dirombak, lembaga-lembaga pendidikan moderen didirikan, buku-buku
Barat diterjemahkan, siswa berbakat dikirim belajar ke Eropa, dan
sekolah-sekolah kemiliteran didirikan. Akan tetapi, meski banyak mendatangkan
kemajuan, hasil yang diperoleh dari gerakan pembaharuan tetap tidak berhasil
menghentikan gerakan Barat terhadap dunia Islam. Selama abad ke-18, Barat
menyerang wilayah kekuasaan Turki Usmani di Eropa Timur. Akhir dari serangan
itu adalah ditandatanganinya Perjanjian San Stefano (Maret 1878 M) dan
perjanjian Berlin (Juli 1878 M), antara kerajaan Turki Usmani dengan Rusia.
Ketika perang dunia I meletus, Turki Usmani bergabung
dengan Jerman yang kemudian mengalami kekalahan. Akibat dari peristiwa itu
kekuasaan kerajaan Turki semakin ambruk. Partai Persatuan dan Kemajuan
memberontak kepada Sultan dan dapat menghapuskan kekhalifahan Usmani, kemudian
membentuk Turki modern.
Di pihak lain, satu demi satu daerah-daerah kekuasaan
Turki Usmani di Asia dan Afrika melepaskan diri dari Konstantinopel. Hal ini
disebabkan timbulnya nasionalisme pada bangsa-bangsa yang ada di bawah
kekuasaan Turki. Bangsa Armenia dan Yunani yang beragama Kristen berpaling ke
Barat, memohon bantuan Barat untuk kemerdekaan tanah airnya, bangsa Kurdi di
pegunugan dan Arab di padang pasir dan lembah-lembah juga bangkit untuk
melepaskan diri dari cengkeraman penguasa Turki Usmani.
D. Bangkitnya Nasionalisme di Dunia Islam
Sebagaimana telah disebutkan di atas,
benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam
bahwa, mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Hal ini dirasakan dan disadari
pertama kali oleh Turki, karena kerajaan inilah yang pertama dan utama dalam
usaha menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan
pejuang-pejuang Turki untuk banya belajar dari Eropa.
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada
umumnya didorong oleh dua faktor, yakni pertama: permurnian ajaran Islam dari
unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam, seperti
gerakan Wahhabiyah yang dipelopori oleh Muhammad bin Abd al-Wahhab di Saudi
Arabia, Syah Waliyullah di India dan gerakan Sanusiyah di Afrika Utara yang
dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair. Kedua: Menimba
gagasan-gagasan pembaruan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Hal ini tercermin
dalam pengiriman para pelajar muslim oleh penguasa Turki dan Mesir ke
negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan
gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa mereka. Pelajar-pelajar
India juga banyak yang menuntut ilmu ke Inggris.
Gerakan pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki
dunia politik, karena Islam memang tidak bisa dipisahkan dengan politik.
Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme
(Persatuan umat Islam Sedunia) yang pada awalnya didengungkan oleh gerakan
Wahhabiyah dan Sanusiayah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan lantang
oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaludin al-Afghani. Al-Afghani-lah orang
pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan bahayanya. Oleh
karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia Islam akan hal
tersebut dan melakukan usaha-usaha untuk pertahanan. Umat Islam, menurutnya,
harus meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama.
Ia juga berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri Islam.
Karena itu, al-Afghani dikenal sebagai Bapak Nasionalisme dalam Islam.[6]
Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong
Sultan Hamid II, untuk mengundang al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini dengan
cepat mendapat sambutan hangat dari negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat
demokrasi al-Afghani tersebut menjadi duri bagi kekuasaan sultan, sehingga
al-Afghani tidak diizinkan berbuat banyak di Istanbul. Setelah itu, gagasan
Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama setelah Turki Usmani bersama
sekutunya Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan kekhalifahan dihapuskan oleh
Mustafa Kemal, tokoh yang justru mendukung nasionalisme, rasa kesetiaan kepada
negara kebangsaan.
Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat tersebut
masuk ke negeri-negeri Islam melalui persentuhan umat Islam dengan Barat yang
menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya pelajar Islam yang menuntut ilmu
ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan barat yang didirikan di negeri mereka.
Gagasan kebangsaan ini pada mulanya banyak mendapat tantangan dari
pemuka-pemuka Islam, karena dipandang tidak sejalan dengan semangat uóuwaú
al-Islamiyaú. Akan tetapi, gagasan ini berkembang dengan cepat setalah gagasan
Pan-Islamisme redup.
Di Mesir, benih-benih nasionalisme tumbuh sejak masa
al-Tahtawi dan Jamludin al-Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang
memperjuangkan gagasan ini adalah Ahmad Urabi Pasha. Gagasan tersebut menyebar
dan mendapat sambutan hangat, sehingga nasionalisme tersebut terbentuk atas
dasar kesamaan bahasa. Hal itu terjadi di Mesir, Syiria, libanon, Palestina,
Irak, Bahrain, dan Kuwait. Semangat persatuan Arab tersebut diperkuat pula oleh
usaha barat untuk mendirikan negara Yahudi di tengah-tengah bangsa Arab.
Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan
Pan-Islamisme yang dikenal dengan gerakan óilafaú juga mendapat pengikut. Syed
Amir Ali adalah salah seorang pelopornya. Namun, gerakan ini pudar setelah
usaha menghidupkan kembali khilafah yang dihapuskan Mustafa Kemal tidak
memungkinkan lagi. Yang populer adalah gerakan nasionalisme, yang diwakili oleh
Partai Kongres Nasional India. Akan tetapi, gagasan nasionalisme itu segera
pula ditinggalkan sebagian besar tokoh-tokoh Islam, karena kaum muslim yang
minoritas tertekan oleh kelompok Hindu yang mayoritas.
Persatuan antar kedua komunitas besar Hindu dan Islam
sulit diwujudkan. Oleh karena itu, umat Islam di anak benua India tidak lagi
semangat menganut nasionalisme, tetapi Islamisme, yang dalam masyarakat India
dikenal dengan nama komunalisme. Gagasan Komunalisme Islam disuarakan oleh Liga
Muslimin yang merupakan saingan bagi Partai Kongres Nasional. Benih-benih
gagasan Islamisme tersebut sebenarnya sudah ada sebelum Liga Muslimin berdiri,
yang disuarakan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian mengkristal pada masa Iqbal
dan Muhammad Ali Jinnah.
E. Kemerdekaan Negara-Negara Islam Dari Penjajahan Barat
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan
berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam
perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka. Dalam kenyataannya,
partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah.
Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan antara lain:
1. Gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
2. Pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut
dan mengisi kemerdekaan.
Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali
memproklamasikan kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus
1945. Indonesia merdeka dari pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh
Sekutu. Disusul oleh Pakistan tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris
menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk
India dan satunya untuk Pakistan.
Tahun 1922, Timur Tengah (Mesir) memperoleh
kemerdekaan dari Inggris, namun pada tanggal 23 Juli 1952, Mesir menganggap
dirinya benar-benar merdeka. Pada tahun 1951 di Afrika, tepatnya Lybia merdeka,
Sudan dan Maroko tahun 1956, Aljazair tahun 1962. Semuanya membebaskan
diri dari Prancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara, Yaman
selatan dan Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula. Di Asia tenggara,
Malaysia, yang saat itu termasuk Singapura mendapat kemerdekaan dari Inggris
tahun 1957, dan Brunai Darussalam tahun 1984 M.
Demikianlah, satu persatu negeri-negeri Islam
memerdekakan diri dari penjajahan. Bahkan, beberapa diantaranya baru mendapat
kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti negera Islam yang dulunya bersatu
dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia, Kirghistan, Kazakhtan,
Tasjikistan dan Azerbaijan pada tahun 1992 dan Bosnia memerdekakan diri dari
Yugoslavia pada tahun 1992 (Yatim, 2003:187-189).[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perang Salib merupakan awal penetrasi Barat terhadap
dunia Islam yang selanjutnya membawa kaum muslimin berada dalam jajahan
negara-negara Barat. Karena mulai dari Perang Salib I inilah kaum muslimin
banyak mengalami kerugian, baik kerugian yang bersifat material seperti banyaknya
wilayah Islam yang direbut Barat, diduduki dan dikuasai, juga kerugian non
material yang berupa mulai hilangnya peradaban Islam dan mulai masuknya
peradaban-peradaban Barat.
Penjajahan Barat terhadap dunia Islam yang diawali dengan Perang Salib
berlatar belakang hal-hal berikut :
1. Mercenary yaitu untuk mencari keuntungan negara Barat di negara-negara
Islam.
2. Missionary yaitu untuk menyebarkan agama Kristen pada negara-negara
jajahannya.
3. Military yaitu perluasan daerah militer.
Selain hal diatas yang melatarbelakangi penjajahan
Barat adalah faktor ekonomi dan politik. Bentuk-bentuk penjajahan barat
terhadap dunia Islam berupa penyerangan, penaklukan, sehingga banyak
wilayah-wilayah Islam yang jatuh ke negara-negara Barat. Juga berupa
penindasan, penghisapan dan perbudakan.
Penjajahan Barat ternyata membawa implikasi yang
sangat luas terhadap perkembangan peradaban Islam baik peradaban material yang
berupa tehnologi baru, maupun peradaban mental. Penjajahan Barat juga
memicu gerakan pembaharuan dalam Islam, yang mana bertujuan untuk memurnikan
agama Islam dari pengaruh asing dan menimba gagasan-gagasan pembaharuan dan
ilmu pengetahuan Barat.
B. SARAN-SARAN
Demikianlah uraian singkat makalah tentang Dunia Islam
pada masa penjajahan Barat. Tulisan ini masih sangat terbatas dan
memerlukan tambahan guna memperluas wawasan kita. Hal ini sebagai upaya
mengenalkan warisan kebudayaan Islam, sehingga generasi penerus kita mampu
mengambil 'ibrah dari peristiwa yang telah terjadi di masa lalu, agar nantinya
mereka dapat mencontoh dan mengambil apa yang seharusnya mereka pegangi dan
tidak megulangi lagi kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh para tokoh-tokoh
Islam terdahulu.
Oleh karena itu JASS MERAH (Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah) karena
sejarah adalah sumber hukum dan pijakan dalam memperjuangkan Agama Islam di
Belahan dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Ahmad, 1991,Islam dari Masa ke
Masa, Bandung:Remaja Rosdakarya.
Ikram, S.M, 1977, Muslim Civilization in India, London : Cambridge
University Press.
Nasution, Harun, 1988, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran, dan
Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang.
Stoddard, L, 1966, Dunia Baru Islam, Jakarta.
Yatim Badri, 1998,Sejarah Peradaban
Islam,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,.
Yatim, Badri Dr. M.A, 2002, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah
II, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada.
http://noerhayati.wordpress.com/2008/06/02/penjajahan-barat-terhadap-dunia-islam
[1] L. Stoddard, Dunia Baru Islam, ( Jakarta : 1966
), hlm. 25.
[2] S.M. Ikram, Muslim Civilization in India, (
London : Cambridge University Press, 1977 ), hlm. 268.
[4] Badri Yatim M.A, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah
Islamiyah II,( Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.
177.
[5] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah
Pemikiran, dan Gerakan, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1988 ), hlm. 15
[6] Badri Yatim M.A, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah
Islamiyah II,( Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 184 – 187.
[7] Badri Yatim M.A, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah
Islamiyah II, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.187-189